Selasa, 14 Oktober 2014

MENGETAHUI PERATURAN DALAM MEMBANGUN RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

Sebagai orang berkecimpung dalam dunia kontraktor, kadang kita mendapat kontrak pembangunan gedung rumah sakit berikut peralatan di dalamnya, termasuk  membangun ruang operasi. Karena itu kita harus mengetahui atau paham  betul terhadap peraturan yang ditetapkan oleh pihak berwenang,  supaya pekerjaan yang dihasilkan bisa maksimal.
 Berikut ini adalah peraturan dari Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012,, perihal “Pedoman Teknis Bangunan Rumah sakit Ruang Operasi” terutama Bab III tentang “Pedoman Teknis Prasarana Ruang Operasi Rumah sakit” (yang di edit ulang dari aslinya berupa pdf)

 BAB – III
PEDOMAN TEKNIS
PRASARANA RUANG OPERASI RUMAH SAKIT
 3.1. Umum.

(1) Setiap prasarana Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan pekerjaan   instalasi dan jaringan yang menyatu dengan bangunan dan lingkungannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang bertujuan memfungsikan bangunan sebagai tempat perawatan pasien.

(2) Keandalan operasional dari prasarana di dalam ruang operasi bangunan rumah sakit menjadi dasar perancangan dan pemeliharaan dari instalasi utilitas rumah sakit.

3.2 Prasarana.

3.2.1 Prasarana yang dibutuhkan pada ruang operasi bangunan rumah sakit, meliputi :

(1) Instalasi Mekanikal;

(2) Instalasi Elektrikal;

(3) Instalasi proteksi kebakaran.

3.3 Instalasi Mekanikal.

Instalasi mekanikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit meliputi :

(1) Instalasi air bersih dan sanitasi.

(2) Instalasi gas medik, vakum medik.

(3) Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara (VAC).

(4) Kebisingan dan getaran.

3.3.1 Instalasi Air bersih, Sanitasi dan pembuangan kotoran dan sampah.
Setiap bangunan ruang operasi rumah sakit harus dilengkapi dengan :

(1) Instalasi air bersih,

(2) Instalasi sanitasi; dan

(3) pembuangan kotoran dan sampah.

3.3.1.1 Instalasi air bersih.

(1) Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.

(2) Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  (3) Air bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up (scrub station),      harus di filter, dengan menggunakan 3 jenis filter :

(a) prefilter;

(b) medium filter yang menyaring air bersih sampai dengan 5 micron; dan

(c) micro filter (fine) filter yang menyaring air bersih sampai dengan 2 micron.

 (4) Perencanaan sistem distribusi air bersih pada bangunan ruang operasi harus  memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

3.3.1.2 Instalasi Sanitasi.

(1) Instalasi pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.

(2) Pertimbangan jenis air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan.

(3) Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya. Air kotor dan/atau air limbah yang berasal dari buangan kamar bedah dan dibuang melalui slope sink atau service sink, diproses terlebih dahulu sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.

(4) Air kotor berasal dari toilet, dapat langsung di salurkan ke instalasi pengolahan air limbah.

3.3.1.3 Pembuangan kotoran dan sampah.

(1) Sistem pembuangan kotoran dan sampah harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya.

(2) Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah pada bangunan ruang operasi.

(3) Pertimbangan jenis kotoran dan sampah diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya.

(4) Kotoran kamar bedah ditempatkan dalam bentuk wadah kontainer, ditutup rapat, dan di bakar di tempat pembakaran (incinerator).

3.3.1.4. Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan, instalasi air bersih dan instalasi sanitasi pada ruang operasi mengikuti SNI 03 – 6481 – 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau standar teknis lain yang berlaku.

3.3.2 Instalasi Gas Madik, Vakum Medik,

(1) Instalasi gas medik dan vakum medik, meliputi :

(a) Gas Oksigen;

(b) Gas Nitrous Oksida;

(c) Gas Carbon dioksida;

(d) Udara tekan medis dan udara tekan instrumen;

(c) Vakum bedah medik dan vakum medik.

(2) Dalam sentral gas medik, Oksigen, Nitrous Oksida, Carbon dioksida, udara tekan medik dan udara tekan instrumen disalurkan dengan pemipaan ke ruang operasi.
Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit (ceiling pendant).

(3) Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain, sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada di koridor-koridor, Bel dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor gangguan/ kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai gangguan/kerusakan teratasi.

(4) Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas medisnya yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada mesin anestesi.

3.3.3 Sistem Ventilasi

(1) Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol. Pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.

(2) disarankan pertukaran udara di ruang bedah dua puluh lima kali per jam.

(3) Filter microbial dalam saluran udara pada ruang bedah tidak menghilangkan limbah gas-gas anestesi. Filter penyaring udara praktis hanya menghilangkan partikel-partikel debu.

(4) Jika udara pada ruang bedah disirkulasikan, kebutuhan sistem buangan gas anestesi (scavenging) untuk gas (penghisapan gas) adalah mutlak, terutama untuk menghindari pengumpulan gas anestesi yang merupakan risiko berbahaya untuk kesehatan anggota tim bedah.

(5) Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair.

(6) Sistem pengaliran udara searah dibuat dalam satu kotak dalam kamar operasi. Udara disaring dengan menggunakan high efficiency particulate filter (HEPA Filter).

(7) Sistem ventilasi dalam ruang operasi harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit.

(8) Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada di koridor-koridor, ruang sub steril dan ruang pembersih (daerah scrub) (tekanan positip).

(9) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai.

(10) Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan positip dalam ruangan dipertahankan.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan mekanik/buatan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

3.3.4 Sistem pengkondisian udara.

3.3.4.1 Ketentuan Kamar Operasi.

(1) Studi sistem distribusi udara ruang operasi menunjukkan bahwa penyaluran udara dari langit-langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan yang terletak di dinding yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.
Langit-langit yang sepenuhnya berlubang, langit-langit sebagian berlubang dan diffuser yang dipasang di langit-langit telah diterapkan dengan sukses.

Gambar 3.3.4.1.(1) – Kamar bedah


         (2) Penggunaan rata-rata kamar operasi di rumah sakit tidak lebih dari 8             sampai 12 jam per hari (kecuali kondisi darurat). Untuk alasan ini dan                 untuk penghematan energi, sistem pengkondisian udara harus      
        memungkinkan pengurangan pasokan udara ke beberapa atau ke semua 
         ruang operasi.

(3) Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk memastikan kondisi steril tetap terjaga. Konsultasi dengan staf bedah rumah sakit akan menentukan kelayakan penyediaan fasilitas ini.

(4) Sebuah sistem pembuangan udara atau sistem vakum khusus harus dipasang untuk menghilangkan buangan gas anestesi.

Sistem vakum medis telah digunakan untuk menghilangkan gas anestesi yang tidak mudah terbakar. Satu atau lebih outlet mungkin diletakkan di setiap ruang operasi untuk memungkinkan penyambungan ke slang buangan gas anestesi dari mesin anestesi.

Gambar 3.3.4.1.(4) - Scavenging


(5) Metode disinfeksi udara dengan penyinaran (irradiation) di ruang operasi telah dilaporkan dengan hasil baik, namun ini jarang digunakan
Keengganan untuk menggunakan irradiasi disebabkan: instalasinya memerlukan rancangan khusus, diperlukan proteksi bagi pasien dan petugas, perlu memonitor effisiensi lampu dan pemeliharaan.

(6) Kondisi berikut direkomendasikan untuk ruang operasi, catherisasi, cystoscopy, dan bedah tulang:

(1) harus mampu mencapai temperatur 200 sampai 240C;

(2) kelembaban relatif udara harus dijaga antara 50% ~ 60%;

(3) tekanan udara harus dijaga positif yang berhubungan dengan ruang disebelahnya dengan memasok udara lebih dari 15%;

(4) pembacaan perbedaan tekanan di ruang harus dipasang untuk memungkinkan pembacaan tekanan udara dalam ruang. Menyekat seluruh dinding, langit-langit dan tembusan (penetrasi) pada lantai dan pintu untuk menjaga kondisi tekanan yang terbaca.

(5) Indikator kelembaban udara dan thermometer harus ditempatkan pada lokasi yang mempermudah observasi (pengamatan).

(6) effisiensi filter harus sesuai dengan tabel 1.

(7) seluruh instalasi harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

(8) semua udara harus di suplai dari langit-langit dan dibuang atau dikembalikan pada sekurang-kurangnya 2 lokasi dekat dengan lantai (lihat tabel 3 untuk laju ventilasi minimum). Bagian bawah dari outlet pembuangan harus setidaknya 75 mm di atas lantai. Suplai diffuser harus dari jenis tidak langsung. Induksi yang tinggi pada difuser langit-langit atau difuser dinding harus dihindari.

(9) bahan akustik tidak boleh digunakan sebagai lapisan ducting kecuali dipasang filter terminal dengan effisiensi minimum 90% arah hilir dari lapisan.
Bagian dalam isolasi unit terminal dapat dikemas dengan bahan yang disetujui. Peredam suara yang dipasang pada ducting harus dari jenis tidak terbungkus atau memiliki lapisan film polyester yang diisi dengan bahan akustik.

(10) Setiap penyemprotan yang diterapkan pada insulasi dan kedap api harus ditangani dengan zat penghambat pertumbuhan jamur.

(11) Panjang kedap air dibuat secukupnya, ducting pengering udara dari bahan baja tahan karat harus dipasang arah hilir dari peralatan humidifier untuk menjamin seluruh uap air menguap sebelum udara masuk ke dalam ruangan.
Pusat kontrol yang memantau dan memungkinkan penyesuaian tekanan, temperatur dan kelembaban udara, berada dilokasi meja pengawas ruang bedah
 3.3.4.2 Instalasi Tata Udara Ruang Operasi

(1) Untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruang di dalam ruang operas, harus dipertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

(2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan pengkondisian udara dengan mempertimbangkan :

(a) fungsi ruang, jumlah pengguna, letak, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan.

(b) kemudahan pemeliharaan dan perawatan, dan

(c) prinsip-prinsip penghematan energi dan kelestarian lingkungan.

(3) Sistem ini mengontrol kelembaban yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan. Kelembaban relatip yang harus dipertahankan adalah 45% sampai dengan 60%, dengan tekanan udara positif pada ruang operasi.

(4) Uap air memberikan suatu medium yang relatip konduktif, yang menyebabkan muatan listrik statik bisa mengalir ke tanah secapat pembangkitannya. Loncatan bunga api dapat terjadi pada kelembaban relatip yang rendah.

(5) Temperatur ruanga
n dipertahankan sekitar 190C sampai 240C.

(6) Sekalipun sudah dilengkapi dengan kontrol kelembaban dan temperatur, unit pengkondisian udara bisa menjadi sumber micro-organisme yang datang melalui filter-filternya. Filter-filter ini harus diganti pada jangka waktu yang tertentu.

(7) Saluran udara (ducting) harus dibersihkan secara teratur.

(8) Ruang operasi dilengkapi dengan sistem aliran laminar ke bawah dengan hembusan udara dari plenum (8 sampai 9 m2). Pada kondisi kerja dengan lampu operasi dinyalakan dan adanya tim bedah, suplai udara dan profil hembusan udara dipilih sedemikian rupa sehingga aliran udara tidak lewat melalui setiap sumber kontaminasi sebelum mengalir kedalam area bedah atau diatas meja instrumen.

(9) Jika pada area penyiapan instrumen/ peralatan steril tidak dilakukan di bawah aliran udara aliran udara ke bawah dari langit-langit, preparasi steril dengan sistem aliran laminar kebawah harus dibuat sendiri dalam area preparasi steril atau tempat dimana preparasi steril dilakukan (contoh di koridor kompleks bedah).

(10) Sebaiknya dipastikan bahwa tidak ada emisi debu dari bagian bawah langit-langit pada area preparasi dan ruang operasi ke dalam ruangan. Langit-langit dengan bagian bawah yang rapat sebaiknya digunakan atau ruangan di bagian bawah langit-langit sebaiknya dapat menahan tekanan khususnya di area preparasi dan ruang operasi.

(11) Penting untuk memilih perletakan lubang ducting udara masuk dan keluar dari sistem ventilasi guna mencegah terkontaminasinya udara buang terisap kembali jika angin meniup dalam arah tertentu.

(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan kenyamanan kondisi udara pada bangunan rehabilitasi medik mengikuti SNI 03 – 6572 – 2001, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

3.3.5 Kebisingan

(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit

(2) Indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45 dBA dengan waktu pemaparan 8 jam.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan instalasi bedah mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

3.3.5 Getaran.

(1) Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, pengelola bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/ atau sumber getar lainnya baik yang berada pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit maupun di luar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan tingkat kenyamanan terhadap getaran pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti pedoman dan standar teknis yang berlaku.

3.4 Instalasi Elektrikal.

Instalasi Elektrikal pada bangunan ruang operasi rumah sakit, meliputi :

(1) Sistem proteksi petir;

(2) Sistem kelistrikan;

(3) Sistem pencahayaan; dan

(4) Sistem komunikasi.

3.4.1 Sistem Proteksi Petir.

(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk, ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi dengan instalasi proteksi petir.

(2) Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 – 7015 – 2004, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

3.4.2 Sistem Kelistrikan.

3.4.2.1 Sumber daya listrik.

Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, termasuk katagori “sistem kelistrikan esensial 3”, di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber daya listrik normal.

3.4.2.2 Jaringan.

(1) Kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang sepanjang rak kabel, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan kerusakan-kerusakan pada kabel.

(2) Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-bahaya tersebut.

(3) Sambungan listrik pada outlet-outlet harus diperoleh dari sirkit-sirkit yang terpisah. Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik pada saat kritis.

3.4.2.3 Terminal.

(1) Kotak kontak (stop kontak)

(a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.

(b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan ledakan.

(2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04 – 0225 – 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku
.
3.4.2.4 Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

3.4.2.5 Peringatan.
Semua petugas harus menyadari bahwa kesalahan dalam pemakaian listrik membawa akibat bahaya sengatan listrik, padamnya tenaga listrik, dan bahaya kebakaran. Kesalahan dalam instalasi listrik bisa menyebabkan arus hubung singkat, tersengatnya pasien, atau petugas. Bahaya ini dapat dicegah dengan :

(1) Memakai peralatan listrik yang dibuat khusus untuk kamar operasi. Peralatan harus mempunyai kabel yang cukup panjang dan harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menghindari beban lebih.

(2) Peralatan jinjing (portabel), harus segera diuji dan dilengkapi dengan sistem pembumian yang benar sebelum digunakan.

(3) Segera menghentikan pemakaian dan melaporkan apabila ada peralatan listrik yang tidak benar.

3.4.2.6 Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem kelistrikan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 7011 – 2004, atau edisi terakhir, Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan.

(2) SNI 04 – 7018 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga.

(3) SNI 04 – 7019 – 2004, atau edisi terakhir, Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan.

(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku

3.4.3 Sistem pencahayaan.

3.4.3.1 Pencahayaan Umum.

(1) Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.

(2) Ruang fasilitas/akomodasi petugas dan ruang pemulihan sebaiknya dibuat untuk memungkinkan tembusnya (penetrasi) cahaya siang langsung/tidak langsung.

(3) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit perlu mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.

(4) Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

(5) Semua sistem pecahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dibaca dan dicapai, oleh pengguna ruang.

(6) Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

(7) Disarankan pencahayaan ruangan menggunakan lampu fluorecent, dengan pemasangan sistem lampu recessed karena tidak mengumpulkan debu.

(8) Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

(9) Dokter anestesi harus mendapat cukup pencahayaan, sekurang-kurangnya 200 footcandle ( = 2.000 Lux), untuk melihat wajah pasiennya dengan jelas.

(10) Untuk mengurangi kelelahan mata (fatique), perbandingan intensitas pencahayaan ruangan umum dan di ruang operasi, jangan sampai melebihi satu dibanding lima, disarankan satu berbanding tiga.

(11) Perbedaan intensitas pencahayaan ini harus dipertahankan di koridor, tempat pembersihan dan di ruangannya sendiri, sehingga dokter bedah menjadi terbiasa dengan pencahayaan tersebut sebelum masuk ke dalam daerah steril. Warna warni cahaya harus konsisten.

3.4.3.2 Pencahayaan tempat operasi/bedah.

(1) Pencahayaan tempat operasi/bedah tergantung dari kualitas pencahayaan dari sumber sinar lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead) dan refleksi dari tirai.

(2) Cahaya atau penyinaran haruslah sedemikian sehingga kondisi patologis bisa dikenal.

Lampu operasi/bedah yang menggantung (overhead), haruslah :

(a) Membangkitkan cahaya yang intensif dengan rentang dari 10.000 Lux hingga 20.000 Lux yang disinarkan ke luka pemotongan tanpa permukaan pemotongan menjadi silau.
Harus memberikan kontras terhadap kedalaman dan hubungan struktur anatomis.
Lampu sebaiknya dilengkapi dengan kontrol intensitas. Dokter bedah akan meminta cahaya agar lebih terang jika diperlukan. Lampu cadangan harus tersedia.

(b) Menyediakan berkas cahaya yang memberikan pencahayaan diametral (lingkaran) dan mempunyai fokus yang tepat untuk ukuran luka pembedahan. Ini dilakukan dengan menyesuaikan tombol-tombol pengontrol yang terpasang di armatur/fixture lampu.
Hal terpenting adalah menghindari terjadinya bagian yang gelap di daerah yang dibedah.
Suatu fokus dengan ke dalaman 10 sampai 12 inci (25 sampai 30 cm) memberikan intensitas yang relatif sama pada permukaan dan kedalaman luka potong.
Untuk menghindari kesilauan, suatu bagian berupa lingkaran dengan diameter 25 cm memberikan zona intensitas maksimum sebesar 5 cm di tengah bagian dan dengan 1/5 (seperlima) intensitas disekelilingnya.

(c) Hilangkan bayangan. Sumber cahaya yang majemuk (banyak) atau reflektor yang majemuk (banyak) mengurangi terjadinya bayangan. Pada beberapa unit hubungannya tetap; yang lain mempunyai sumber sumber cahaya yang terpisah yang bisa diatur untuk mengarahkan cahaya dari sudut pemusatan.

(d) Pilihlah cahaya yang mendekati biru/putih (daylight). Kualitas cahaya dari tissue yang normal diperoleh dengan energi spektral dari 1800 hingga 6500 Kelvin (K). Disarankan menggunakan warna cahaya yang mendekati warna terang (putih) dari langit tak berawan di siang hari, dengan temperatur kurang lebih 5000 K.

(e) Kedudukan lampu operasi/bedah harus bisa diatur menurut suatu posisi atau sudut.
Pergerakan ke bawah dibatasi sampai 1,5 m di atas lantai kalau dipergunakan bahan anestesi mudah terbakar.
Jika hanya dipergunakan bahan tidak mudah terbakar, lampu bisa diturunkan seperti yang dikehendaki.
Umumnya lampu operasi/bedah digantung pada langit-langit dan armatur/fixturenya bisa digerakkan/digeser-geser.
Beberapa jenis lampu operasi/bedah mempunyai lampu ganda atau track ganda dengan sumber pada tiap track .
Lampu operasi direncanakan untuk dipergunakan guna memperoleh intensitas cahaya yang cukup dan bayangan yang sekecil mungkin pada luka pembedahan.
Armatur/fixture disesuaikan sedemikian hingga dokter bedah bisa mengarahkan sinar dengan perantaraan pegangan-pegangan yang steril pada armatur/fixture tersebut.
Fixture/armature harus digerakkan seperlunya untuk mengurangi tersebarnya debu.

(f) Lampu operasi/bedah harus menghasilkan panas yang serendah rendahnya untuk menghindari luka pada jaringan (;tissue) yang terekspos, untuk membuat ketenangan kerja tim, dan untuk mengurangi mikro organisme di udara.
Ketika lampu memanas, aliran-aliran konveksi mengganggu mikro organisme yang telah mapan dan menyebabkannya terbang mengudara.
Panas yang dihasilkan beberapa armatur/fixture di keluarkan oleh fan-fan ke luar ruangan.
Panas yang dikeluarkan ke dalam ruangan oleh lampu operasi/bedah yang digantung, harus dapat didinginkan oleh sistem pengkondisian udara.
Disarankan menggunakan lampu operasi jenis LED (;Light Emmitted Diode) dengan temperatur lampu yang memenuhi sehingga dihasilkan lampu yang lebih fokus dan efek panas kecil.
(g) Lampu operasi/bedah menghasilkan kurang dari 25.000 microwatt per cm2 energi penyinaran (radiant energy).
Jika mempergunakan banyak lampu (multi bulb), secara kolektip penyinaran tidak boleh melebihi limit tersebut pada satu tempat.
Diluar jangkauan tersebut, energi penyinaran yang dihasilkan oleh sinar infra merah berubah menjadi panas di dekat permukaan jaringan yang terbuka.
Sebagian gelombang infra merah dan gelombang panas diserap oleh mangkok filter yang menutupi bola lampu pijar.
(h) Lampu operasi harus mudah dibersihkan. Track (jalur) yang masuk ke dalam langit-langit dapat mengurangi akumulasi debu. Track yang tergantung atau suatu fixture/armatur yang terpasang terpusat, harus mempunyai permukaan-permukaan yang halus yang mudah dicapai untuk pembersihan.
(i) Ikuti peraturan keselamatan instalasi listrik untuk lokasi anestesi.

(3) Suatu lampu tambahan mungkin diperlukan untuk lokasi kedua di tempat operasi/bedah. Beberapa rumah sakit memiliki unit lampu satelit yang menjadi bagian dari armature lampu gantung.
Lampu ini hanya bisa dipakai untuk lokasi kedua kalau pembuatnya menyatakan bahwa intensitas tambahannya masih dalam batas radiant energi yang aman jika digunakan bersamaan dengan sumber cahaya utama.

(4) Suatu sumber cahaya yang berasal dari sirkit yang berlainan harus ada yang dapat dipergunakan pada saat sumber listrik utama terganggu.
Ini memerlukan sumber daya listrik darurat yang terpisah. Terbaik jika lampu operasi dilengkapi sedemikian rupa sehingga suatu sakelar otomatik dipasang untuk sumber daya lampu darurat tersebut, jika sumber listrik yang normal terganggu.

(5) Umumnya dokter bedah menyukai bekerja dalam kamar yang digelapkan dengan hanya pencahayaan yang kuat di tempat operasi/bedah.
Kondisi ini terutama untuk dokter bedah dengan instrumen endoscopy dan mikroskop operasi.

(6) Jika ruangannya berjendela, tirai yang tidak tembus cahaya boleh ditutup untuk menggelapkan ruangan jika peralatan tersebut sedang dipergunakan. Kemungkinan jatuhnya debu bisa terjadi pada rumah sakit yang mempunyai jendela dengan tirai-tirai tersebut.

(7) Meskipun kondisi ruang operasi digelapkan, perawat atau dokter anestesi harus dapat dengan baik mengenali warna kulit pasien dan memonitor kondisinya. Jika pembiusan hanya menggunakan zat anestesi yang tidak mudah terbakar, semacam lampu tambahan bisa dipasang di lantai.

3.4.3.3 Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pencahayaan pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 2396 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung,

(2) SNI 03 – 6575 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung,

(3) SNI 03 – 6574 – 2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan darurat, tanda arah dan tanda peringatan,

(4) atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

Tabel 3.4.3.2Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan  3.4.4 Instalasi Komunikasi.
Instalasi komunikasi di bangunan rumah sakit, ruang operasi, meliputi :

3.4.4.1 Telepon.
Telepon, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang operasi dengan instansi atau perseorangan yang berada di luar bangunan rumah sakit.

3.4.4.2 Interpon.
Interpon, terutama digunakan untuk hubungan antara ruang di ruang operasi, maupun di luar ruang operasi, tetapi masih dalam lingkungan rumah sakit.

3.4.4.3 CCTV.
Kamera CCTV diletakkan melekat dengan lampu operasi, dimaksudkan untuk pengambilan video langsung atau terekam, terhadap kegiatan selama operasi pembedahan. Rekaman dapat dilihat langsung atau tidak langsung dengan televisi yang diletakkan di ruang rapat, atau ruang-ruang lain yang dianggap perlu.

3.4.4.4 Alat panggil perawat (nurse call)
Alat panggil perawat, terutama digunakan untuk komunikasi antara ruang pemulihan, dan pos perawat ruang operasi.

3.5 Instalasi Proteksi Kebakaran.
Bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran, meliputi :

(1) Sistem Proteksi Pasif; dan

(2) Sistem Proteksi Aktif.

3.5.1 Sistem Proteksi Pasif,

3.5.1.1 Umum.

(1) Proteksi pasif meliputi elemen konstruksi bangunan, seperti :

(a) proteksi struktur bangunan yang dinyatakan dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA); dan

(b) kompartemenisasi yang membatasi kebakaran dan asap.

(2) Proteksi pasif terutama untuk menahan dan membatasi penjalaran api, asap dan panas, dengan demikian akan memberikan lingkungan yang aman untuk evakuasi dan penyelamatan.

Gambar 3.5.1.1.(2) – Penjalaran api internal dalam gedung

(3) Ketentuan kompartemen api dengan periode tingkat ketahanan api (TKA), untuk memastikan bahwa kebakaran tidak akan menjalar ke kompartemen lain di dalam periode tertentu, artinya membolehkan penghuni untuk meninggalkan bangunan yang terbakar.


Gambar 3.5.1.1.(3) – Kemampuan memikul beban struktur bangunan, kemampuan menahan penjalaran api dan kemampuan menahan panasPada sisi lain tingkat ketahanan api terhadap struktur bangunan akan memastikan bahwa struktur stabil jika terpapar ke api, dan penghuni serta regu pemadam kebakaran tidak terpapar ke risiko akibat keruntuhan struktur bangunan.

(4) Sistem pengendalian asap pada suatu kompartemen akan memaksa asap mengalir ke luar bangunan baik secara alamiah atau mekanis.


Gambar 3.5.1.1.(4) – Efek cerobong dan gerakan asap, Lantai 4 bebas asap

(5) Sistem presurisasi udara diterapkan pada tangga eksit untuk menahan asap tidak masuk ke jalur utama penyelamatan, dan juga memberikan waktu lebih banyak untuk penghuni meninggalkan bangunan.


Gambar 3.5.1.1.(5) - Presurisasi tangga

3.5.1.2. Proteksi pasif pada komplek ruang operasi.

(1) Pada kompleks ruang operasi, banyak terdapat peralatan-peralatan medik (lampu operasi, mesin anestesi, ceiling pendant, meja operasi, instrumen-instrumen bedah, monitor, mobile x ray, dan sebagainya, yang tidak diinginkan untuk disiram air pada saat terjadinya kebakaran.

(2) Sesuai ketentuan yang berlaku, sistem springkler otomatik, boleh tidak digunakan, asalkan seluruh dinding, lantai, langit-langit dan bukaan-bukaan (pintu, jendela dan sebagainya) menggunakan bahan/material yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api minimal 2 (dua) jam

(3) Apabila kompleks ruang operasi berada menyatu dengan ruang lain di dalam bangunan, maka kompleks ruang operasi harus dianggap sebagai satu kompartemen, sehingga segala ketentuan yang menyangkut tingkat ketahanan api strukturnya harus dipenuhi.

 3.5.1.6 Ketentuan dan Standar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi pasif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 1736 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,

3.5.2 Sistem Proteksi Aktif.

3.5.2.1 Proteksi kebakaran aktif di kompleks ruang operasi.

(1) Di seluruh komplek ruang operasi yang merupakan satu kompartemen, harus dilengkapi dengan detektor asap pada seluruh ruangannya.

(2) Bilamana terjadi kebakaran di ruang operasi, peralatan yang terbakar harus segera disingkirkan dari sekitar sumber oksigen dan mesin anestesi atau outlet pipa yang dimasukkan ke ruang operasi. Hal ini untuk mencegah terjadinya ledakan.

(3) Bilamana terjadi kebakaran, semua pasien harus segera dipindahkan dari tempat berbahaya, semua petugas harus memahami ketentuan tentang cara-cara melakukan pemadaman kebakaran, mereka harus mengetahui secara tepat tata letak kotak alarm kebakaran dan mampu menggunakan alat pemadam kebakaran yang disediakan untuk itu.

(4) Alat pemadam kebakaran jenis APAR dengan isi gas netral yang ramah lingkungan di gunakan untuk pemadaman api bila terjadi kebakaran, dan diletakkan di lokasi yang tepat di luar kamar bedah.

3.5.2.2 Ketentuan dan Standar.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem proteksi aktif pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit mengikuti:

(1) SNI 03 – 3988 – 1990, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan.

(2) SNI 03 – 1745 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

(3) SNI 03 – 3985 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

(4) SNI 03 – 3989 – 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

 (Sumber. “Pedoman Teknis Bangunan Rumah sakit Ruang Operasi.”  Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012) 

2 komentar:

  1. Apakah aair conditioner di ruang operasi harus selalu hidup 24 jam untuk menjaga tekanan dalam ruang operasi tetap positif?
    Terima kasih
    Dr. Marshal Soekarno, MPH
    Valerie Indonesia Pratama

    BalasHapus
  2. Apakah aair conditioner di ruang operasi harus selalu hidup 24 jam untuk menjaga tekanan dalam ruang operasi tetap positif?
    Terima kasih
    Dr. Marshal Soekarno, MPH
    Valerie Indonesia Pratama

    BalasHapus